REVISI : PERPUSTAKAAN
KLASIK ISLAM DI NEGARA MESIR
DANANG NUR CAHYADI
108025000044
VII B/IPI
Islam adalah agama yang menaruh
perhatian besar pada ilmu pengetahuan, hal ini terbukti dengan giatnya
tulis-menulis sejak priode awal. Keterlibatan inilah yang juga mendorong
cepatnya Islam menyebar ke daerah-daerah yang kaya akan buku dan perpustakaan
kuno, sehingga mereka menemukan papyrus (lontar) dari Mesir dan menggali
naskah-naskah kuno di daerah-daerah Telloh, Ur, Warka, Niniveh. Ugarit dan yang
paling akhir Ebla yang terletak di wilayah Mesopotamia dan Mesir.
Mereka menemukan pula
perpustakaan Agung (Great Library) di Alexandria yang paling terkenal pada
waktu itu. Kecintaan pada bukupun menjadi karakteristik dunia Islam pada masa
itu, karena mereka menggap perbuatan itu yang disertai dengan pendirian banyak
perpustakaan merupakan suatu perbuatan amal shalih yang amat terpuji.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa perpustakaan dalam Islam telah
tumbuh.semenjak awal. Akan tetapi amat disayangkan bukti-bukti pada tahun-tahun
permulaan Islam tidaklah banyak ditemukan sampai dengan dikenalnya kertas dari
Cina.
Setelah umat Islam berkenalan
dengan kertas maka perpustakaan dalam Islam mulai didirikan oleh orang-orang
kaya, kalangan bangsawan dan di istana-istana para penguasa. Karena Al Qur’an
mengharuskan individu-individu untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan
menyediakan kekayaan yang dimilikinya bagi orang lain yang kurang beruntung,
maka para hartawan membiayai pembangunan perpustakaan dan seringkali membukanya
untuk para ilmuwan dan kadang-kadang untuk umum.
Menurut para ahli, perpustakaan
pertama dalam Islam adalah perpustakaan pribadi yaitu perpustakaan Khalid ibnu
Yazid bin Muawiyah (w704) ia seorang sastrawan dan kolektor buku. Perpustakaan
ini lahir pada masa pemerintahan dinasti Ummayah (661-750 M) yaitu suatu
dinasti Islam setelah pemerintahan khulafuraysyidin. Dinasti ini telah
melakukan beberapa perubahan bukan saja dalam system pemerintahan tetapi juga
dalam bidang peradaban terutama kehidupan ilmu dan akal.
Adapun yang mendorong Yazid untuk
mendirikan perpustakaan adalah untuk menghibur diri setelah kecewa karena tidak
mendapatkan kekhalifahan. (J. Pederson 1984:152) disamping perpustakaan Khalid
koleksi lain dimiliki oleh perpustakaan-perpustakaan mesjid kekhalifahan,
lembaga pendidikan dan perpustakaan umum. (John L. Esposito jilid 4 1990:351).
Pada periode dinasti Abbasiyah
perpustakaan memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini terlihat
setelah khalifah al Mansur (754-775) khalifah ke dua dari dinasti Abbasiyah
mendirikan biro penerjemahan di Baghdad. Kemudian pada masa pemerintahan Harun
Al Rasyid lembaga ini bernama khizanah al hikmah (khazanah kebijaksanaan) yang
berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian).. Pada perpustakaan ini
banyak tersimpan buku-buku berbahasa asing yang telah diterjemahan kedalam
bahasa Aeab seperti dari bahasa Yunani, Parsi, Syiriac dan Sanskrit, dan
terdaftar dalam katalog bernama Fibrist karya Ibn Al Nadim dan Kasyif karya
Haji khalifah.
Pada tahun 815 al Ma’mun
mengembangkan lembaga ini dan merubah namanya dengan bayt-al-Hikmah.
Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu
perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks
penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.
Menurut riwayat, khalifah Al Makmun Al Rasyid, telah memperkerjakan
cendekiawan-cendekiawan terkenal pada perpustakaan ini diantanya yaitui Al
Kindi -filosof-, untuk menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa
Arab. Al Kindi sendiri menulis hampir tiga ratus buku tentang masalah-maslah
kedokteran, filsafat sampai musik yang disimpan di Bayt Al-hikmah. Musa
Alkhawarizmi, matematikawan ternama dan penemu aljabar juga bekerja di tempat
ini dan menulis buku terkenalnya kitab Al-jabr wa’al-muqabilah.
Perpustakaan bayt al-Hikmah
adalah perpustakaan pertama terbesar dalam Islam. Pada perpustakaan ini para
ulama dan intelektual melakukan berbagai aktifitasnya. Begitu juga
mahasiswa-mahasiswa Islam, berdatangan ke perpustakaan tersebut untuk
memperluas dan mendalami berbagai jenis ilmu pengetahuan, seperti,. Mendalami
Al-Qur’an, kesusasteraan dan filsafat astronomi, tata bahasa, lexicography dan
obat-obatan.
Ruang perpustakaan tersebut
diperindah dengan karpet sedang seluruh pintu dan koridornya berkorden. Para
manager, pegawai, portir (penjaga pintu) dan pekerja kasar lainnya ditunjuk
untuk memelihara keberadaan Baitul Hikmah Menurut Al-Maqrizi anggaran
pemeliharaan mencapai 257 dinar pertahun guna untuk kelengkapan permadani,
kertas, gaji pegawai, air, tinta dan pena, perbaikan-perbaikan dan sebagainya.
Kertas, pena dan tinta disediakan cuma-cuma bagi para siswa yang diambilkan
dari hasil wakaf dan para dermawan. Ibnu Al Furat ( W. 924 M) mengatakan bahwa
pada masa-masa terakhir jabatannya ia memikirkan murid-muridnya. Katanya
“Barangkali mereka tidak mampu mengeluarkan uang sebesar satu sen-pun atau
bahkan kurang dari itu untuk membeli tinta dan kertas, maka sudah menjadi
kewajiban saya membantu dan menyediakannya”. Dan untuk ini ia mengeluarkan
20.000 dirham dari dompetnya sendiri. ( lihat, http/jaen 2006.wordpress.com
2007/04/14)
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa ini adalah perpustakaan di Madrasah Nizamiah yang didirikan pada 1065 M oleh Nizam Al Mulk. Ia adalah seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq.. Koleksi di perpustakaan ini diperoleh sebagian besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Albaghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada perpustakaan ini.dan Khalifah Al-Nashir juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya kepada perpustakaan tersebut. Karyawan dan pustakawan-pustakawan diberi gaji yang besar. Hal ini bukan hanya terjadi di perpustakaan Nizamiah saja. Akan tetapi hampir di seluruh perpustakaan zaman tersebut. Bahkan Al Nadim memaparkan adanya tanda-tanda keirihatian dari para pustakawan –khususnya pustakawan Bayt Al Hikmah, sebab mereka memiliki kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, karena kecendikiawanan mereka.
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa ini adalah perpustakaan di Madrasah Nizamiah yang didirikan pada 1065 M oleh Nizam Al Mulk. Ia adalah seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq.. Koleksi di perpustakaan ini diperoleh sebagian besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Albaghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada perpustakaan ini.dan Khalifah Al-Nashir juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya kepada perpustakaan tersebut. Karyawan dan pustakawan-pustakawan diberi gaji yang besar. Hal ini bukan hanya terjadi di perpustakaan Nizamiah saja. Akan tetapi hampir di seluruh perpustakaan zaman tersebut. Bahkan Al Nadim memaparkan adanya tanda-tanda keirihatian dari para pustakawan –khususnya pustakawan Bayt Al Hikmah, sebab mereka memiliki kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, karena kecendikiawanan mereka.
Diantara pustakawan terkenal
Nizamiah adalah Abu Zakariah Tibrizi dan Ya’qub ibn Sulaiman AL-Askari. Pada
tahun 1116 M perpustakaan ini mengalami musibah : kebakaran hebat yang
menghabiskan seluruh bangunan dan isinya. Di samping bayt al- Hikmah, Khalifah
Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa di madrasah
yaitu perpustakaan al-Mustanriyah yang didirikan pada 1227 M. Uniknya
perpustakaan ini adalah memiliki rumah sakit di dalamnya. Oleh karena itu
perpustakan ini berfungsi sebagai madrasah dan rumah sakit.
Pengelana dunia terkenal (Ibn
Baththuthah) menjelaskan bahwa Mustanriah dan perpustakaannya, melalui
sumbangan-sumbangan sekitar 150 unta dengan muatan buku-buku yang langka
disumbangkan ke perpustakaan ini. Perpustakaan ini memiliki koleksi yang cukup
besar, dari milik kerajaan saja perpustakaan Mustanriah mendapatkan 80.000
buku. .(http./www.pks-jakselor.id/indek
pkp?name=news&file=article&sid=1396
Bila diperhatikan, perpustakaa
pada waktu ini bukan hanya berkembang di Bagdad saja melainkan hampir diseluruh
kota besar di dunia timur. Kairo misalnya berdiri perpustakaan khalifah dengan
jumlah buku yang tersedia sekitar 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Selain dari
itu ada lagi perpustakaan Darul Hikmah yang juga bertempat di di Kairo.
Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari. Dalam setiap lemari memuat sampai 18.000
buku. selain itu, diperpustakaan ini juga disediakan segala yang diperlukan
pengunjung seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta
Perpustakaan ini terbuka untuk umum, bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu untuk menelaah buku-buku, juga disediakani penginapan, makan dan bahkan diberi gaji. Untuk melihat bagaimana keadaan perpustakaan di Kairo ini dapat diketahui dari perkataan Filosof besar Ibn Sina yang pernah berkunjung kesana :
Perpustakaan ini terbuka untuk umum, bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu untuk menelaah buku-buku, juga disediakani penginapan, makan dan bahkan diberi gaji. Untuk melihat bagaimana keadaan perpustakaan di Kairo ini dapat diketahui dari perkataan Filosof besar Ibn Sina yang pernah berkunjung kesana :
” Disana, saya menemukan sejumlah
ruangan yang penuh dengan buku, tersusun dalam lemari-lemari yang ditata dalam
barisan yang rapi. Satu ruangan dikhusukan bagi buku-buku tentang bahasa dan
puisi; ruangan lain untuk bidang hukum; dan seterusnya; kumpulan buku dalam
bidang tertentu mempunyai ruangannya sendiri. Lalu saya (Ibnu Sina) meneliti
katalog penulis Yunani kuno dan mencari buku yang saya butuhkan . Dalam koleksi
perpustakaan ini saya menemukan sejumlah buku yang hanya diketahui oleh sedikit
orang saja, dan belum pernah saya lihat dan tak pernah lagi saya lihat
sesudahnya”.
Di Afrika Utara (Tripoli) berdiri
pula perpustakaan yang dibangun oleh Bani Ammar.. Perpustakaan ini berisi buku-buku
yang langka dan baru dijamannya. Bani Ammar mempekerjakan orang-orang pandai
dan pedagang-pedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku
yang berfaedah dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing.
Jumlah koleksi bukunya mencapai 1.000.000. Terdapat 180 penyalin yang menyalin
buku-buku di sana.
Jika dialihkan panngan kita ke
arah barat atau ke Andalusia, maka terlihatlah betapa majunya peradaban Islam
disana. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat, begitu juga lembaga-lembaga
pendidikan temasuk perpustakaan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
maka berdirilah universitas Islam pada setiap pusat kota, seperti Cordova, di
kota ini berdiri lembaga pendidikan sebanyak 27 buah dan bebeapa perpustakaan.
Di samping pepustakaan pusat yang memiliki 400.000 buku terdapat pula
perpustakaan-perpustakaan pribadi. ( Abdullah Salam 1980:25) Universitas
Granada yang didirikan oleh khalifah Banu Nasr yang ke tujuh dan pada masa
Yusuf Abu Al- Halaj ( 1333-1354M ) berdiri pula universitas Sevill dan Malaga
(Muslim Ishak 1980:7).
Pada setiap universitas tersebut
dilengkapi dengan perpustakaan yang mempunyai sarana dan prasarana yang
lengkap. Perpustakaan lain adalah perpustakaan Al-Hakam dengan koleksi buku
didalamnya mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai katalog-katalog
yang sangat teliti dan teratur yang mencapai 44 bagian. Di perpustakaan ini
terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan penjilid-penjilid buku yang
mahir.
Perpustakaan –perpustakaan zaman
tersebut tidak saja dilindungi dan ditopang oleh para khalifah, tetapi juga
para raja-raja kecil yang juga ikut memberikan sumbangan untuk berdirinya
perpustakaan-perpustakaan, sehngga banyak melahirkan perpustakaan pribadi,
salah satunya adalah perpustakaan pribadi milik Mahmud Al Daulah ibn Fatik.
Beliau adalah seorang yang ahli dalam menulis dan kolektor besar, ia
menghabiskan semua waktunya di perpustakaannya untuk membaca dan menulis. hal
inilah yan membawa beliau ke jenjang popularitas. Oleh karena itu keluarganya
merasa sedemikian diabaikan, sehingga ketika ia meninggal, keluarganya berupaya
untuk membuang buku-bukunya karena dibakar oleh kemarahan.
Para pelindung perpustakaan juga
mencurahkan sebagian besar pemikirannya untuk desain, tata letak dan arsitektur
perpustakaan agar masyarakat luas dapat menjangkau buku-buku dan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan dengan mudah. Kebanyakan
perpustakaan-perpustakaan tersebut ditempatkan di gedung yang dirancang secara
khusus, dengan banyak ruangan untuk berbagai tujuan, galeri-galeri dengan rak
buku, ruangan-ruangan untuk kuliah dan debat, termasuk juga ruangan-ruangan
untuk hiburan musikal. Semua ruangan berpermadani sehingga para pembaca dapat
duduk diatasnya. Gorden-gordennya menciptakan suasana menyenangkan dan
pengaturan ruangan menciptakan suhu yang sesuai.
Dilihat dari penataan koleksi,
perpustakaan-perpustakaan zaman tersebut pustakawan sudah menata buku
berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan tertentu. Mereka telah membuat sistem
klasifikasi ilmu pengetahuan yang diterapkan untuk penataan buku di
perpustakaan. Diantara klasifikasi yang paling terkenal adalah yang dibuat oleh
: Al-Kindi (801-973 M ), Al Farabi (wafat pada 950 M), Ibn Sina (980-1037 M),
Al Ghazali (1058-1111M), Al-Razi (864-925 M) dan Ibnu Khaldun (1332-1403 M).
Para pustakawan pada umumnya memiliki kualitas yang benar-benar tinggi, di
samping berfungsi sebagai pustakawan mereka juga sebagai penulis-penulis
terkenal yang telah menerjemahkan karya-karya dari bahasa Yunani dan Persia,
diantaranya Al Murthadha yang mengepalai perpustakaan Subur, ia adalah seorang
’alim dan cukup besar pengaruhnya dikalangan cendikiawan, Hakim Abd Al-Aziz
pemimpin perpustakaan Dar Al’Ilm di Kairo, terkenal karena penguasaannya akan
yurisprudensi. Profesi pustakawan zaman itu memberikan kehormatan yang tinggi
dan gaji yang cukup besar.
Para ulama jaman itu memiliki
perpustakaan yang isinya mencapai ribuan buku.Tetapi sangat disayangkan,
perpustakaa yang telah berkembang begitu pesatnya akhirnya hancur karena perang
Salib dan invasi bangsa Mongol ke dunia Islam. Petaka serangan Salib telah
membuat umat Islam kehilangan perpustakaan-perputakaan paling berharga yang ada
di Tripoli, Maarrah, Al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang
dihancurkan mereka. Serangan bangsa Mongol yang begitu dahsyat telah memporak
porandakan kota Bagdad dengan sekalian isinya termasuk perpustakaan, mereka
membakar dan membuang koleksi buku ke Sungai Tigris.. Ini adalah pemusnahan
buku paling mengerikan dalam sejarah perpustakaan Islam.
Salah satu perpustakaan besar
Islam yang ada sekarang adalah Perpustakaan Masjid Nabawi. Perpustakaan ini
didirikan pada pertengahan abad ke-14 H. Pembangunannya dipimpin oleh Sayid
Ahmad Yasin Al-Khiyari (wafat 1380 H). Koleksi kitabnya sampai sekarang sudah
bertambah hingga mencapai 60 ribu judul buku. Koleksi kitab yang terdapat
disana antara lain: kitab tauhid, tafsir Alquran, tajwid, qiraat, dan ilmu-ilmu
Alquran, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Syarah Nawawi, kitab sejarah Islam,
sejarah Makkah, sejarah Madinah, dan buku-buku pelajaran bahasa Arab,
kitab-kitab fikih dari empat mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali),
maupun kitab-kitab fikih dari mazhab-mazhab lain, kitab-kitab ushul fikih, dan
akhlak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar