Jumat, 30 Desember 2011

PERPUSTAKAAN KLASIK ISLAM DI NEGARA MESIR


REVISI : PERPUSTAKAAN KLASIK ISLAM DI NEGARA MESIR
DANANG NUR CAHYADI
108025000044
VII B/IPI
Islam adalah agama yang menaruh perhatian besar pada ilmu pengetahuan, hal ini terbukti dengan giatnya tulis-menulis sejak priode awal. Keterlibatan inilah yang juga mendorong cepatnya Islam menyebar ke daerah-daerah yang kaya akan buku dan perpustakaan kuno, sehingga mereka menemukan papyrus (lontar) dari Mesir dan menggali naskah-naskah kuno di daerah-daerah Telloh, Ur, Warka, Niniveh. Ugarit dan yang paling akhir Ebla yang terletak di wilayah Mesopotamia dan Mesir.
Mereka menemukan pula perpustakaan Agung (Great Library) di Alexandria yang paling terkenal pada waktu itu. Kecintaan pada bukupun menjadi karakteristik dunia Islam pada masa itu, karena mereka menggap perbuatan itu yang disertai dengan pendirian banyak perpustakaan merupakan suatu perbuatan amal shalih yang amat terpuji. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa perpustakaan dalam Islam telah tumbuh.semenjak awal. Akan tetapi amat disayangkan bukti-bukti pada tahun-tahun permulaan Islam tidaklah banyak ditemukan sampai dengan dikenalnya kertas dari Cina.
Setelah umat Islam berkenalan dengan kertas maka perpustakaan dalam Islam mulai didirikan oleh orang-orang kaya, kalangan bangsawan dan di istana-istana para penguasa. Karena Al Qur’an mengharuskan individu-individu untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menyediakan kekayaan yang dimilikinya bagi orang lain yang kurang beruntung, maka para hartawan membiayai pembangunan perpustakaan dan seringkali membukanya untuk para ilmuwan dan kadang-kadang untuk umum.
Menurut para ahli, perpustakaan pertama dalam Islam adalah perpustakaan pribadi yaitu perpustakaan Khalid ibnu Yazid bin Muawiyah (w704) ia seorang sastrawan dan kolektor buku. Perpustakaan ini lahir pada masa pemerintahan dinasti Ummayah (661-750 M) yaitu suatu dinasti Islam setelah pemerintahan khulafuraysyidin. Dinasti ini telah melakukan beberapa perubahan bukan saja dalam system pemerintahan tetapi juga dalam bidang peradaban terutama kehidupan ilmu dan akal.
Adapun yang mendorong Yazid untuk mendirikan perpustakaan adalah untuk menghibur diri setelah kecewa karena tidak mendapatkan kekhalifahan. (J. Pederson 1984:152) disamping perpustakaan Khalid koleksi lain dimiliki oleh perpustakaan-perpustakaan mesjid kekhalifahan, lembaga pendidikan dan perpustakaan umum. (John L. Esposito jilid 4 1990:351).
Pada periode dinasti Abbasiyah perpustakaan memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini terlihat setelah khalifah al Mansur (754-775) khalifah ke dua dari dinasti Abbasiyah mendirikan biro penerjemahan di Baghdad. Kemudian pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid lembaga ini bernama khizanah al hikmah (khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian).. Pada perpustakaan ini banyak tersimpan buku-buku berbahasa asing yang telah diterjemahan kedalam bahasa Aeab seperti dari bahasa Yunani, Parsi, Syiriac dan Sanskrit, dan terdaftar dalam katalog bernama Fibrist karya Ibn Al Nadim dan Kasyif karya Haji khalifah.
Pada tahun 815 al Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan merubah namanya dengan bayt-al-Hikmah. Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan Baghdad berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid. Menurut riwayat, khalifah Al Makmun Al Rasyid, telah memperkerjakan cendekiawan-cendekiawan terkenal pada perpustakaan ini diantanya yaitui Al Kindi -filosof-, untuk menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Al Kindi sendiri menulis hampir tiga ratus buku tentang masalah-maslah kedokteran, filsafat sampai musik yang disimpan di Bayt Al-hikmah. Musa Alkhawarizmi, matematikawan ternama dan penemu aljabar juga bekerja di tempat ini dan menulis buku terkenalnya kitab Al-jabr wa’al-muqabilah.
Perpustakaan bayt al-Hikmah adalah perpustakaan pertama terbesar dalam Islam. Pada perpustakaan ini para ulama dan intelektual melakukan berbagai aktifitasnya. Begitu juga mahasiswa-mahasiswa Islam, berdatangan ke perpustakaan tersebut untuk memperluas dan mendalami berbagai jenis ilmu pengetahuan, seperti,. Mendalami Al-Qur’an, kesusasteraan dan filsafat astronomi, tata bahasa, lexicography dan obat-obatan.
Ruang perpustakaan tersebut diperindah dengan karpet sedang seluruh pintu dan koridornya berkorden. Para manager, pegawai, portir (penjaga pintu) dan pekerja kasar lainnya ditunjuk untuk memelihara keberadaan Baitul Hikmah Menurut Al-Maqrizi anggaran pemeliharaan mencapai 257 dinar pertahun guna untuk kelengkapan permadani, kertas, gaji pegawai, air, tinta dan pena, perbaikan-perbaikan dan sebagainya. Kertas, pena dan tinta disediakan cuma-cuma bagi para siswa yang diambilkan dari hasil wakaf dan para dermawan. Ibnu Al Furat ( W. 924 M) mengatakan bahwa pada masa-masa terakhir jabatannya ia memikirkan murid-muridnya. Katanya “Barangkali mereka tidak mampu mengeluarkan uang sebesar satu sen-pun atau bahkan kurang dari itu untuk membeli tinta dan kertas, maka sudah menjadi kewajiban saya membantu dan menyediakannya”. Dan untuk ini ia mengeluarkan 20.000 dirham dari dompetnya sendiri. ( lihat, http/jaen 2006.wordpress.com 2007/04/14)
Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya pada masa ini adalah perpustakaan di Madrasah Nizamiah yang didirikan pada 1065 M oleh Nizam Al Mulk. Ia adalah seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq.. Koleksi di perpustakaan ini diperoleh sebagian besar melalui sumbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Al-Atsir (sejarawan) bahwa Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Albaghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada perpustakaan ini.dan Khalifah Al-Nashir juga menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya kepada perpustakaan tersebut. Karyawan dan pustakawan-pustakawan diberi gaji yang besar. Hal ini bukan hanya terjadi di perpustakaan Nizamiah saja. Akan tetapi hampir di seluruh perpustakaan zaman tersebut. Bahkan Al Nadim memaparkan adanya tanda-tanda keirihatian dari para pustakawan –khususnya pustakawan Bayt Al Hikmah, sebab mereka memiliki kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, karena kecendikiawanan mereka.
Diantara pustakawan terkenal Nizamiah adalah Abu Zakariah Tibrizi dan Ya’qub ibn Sulaiman AL-Askari. Pada tahun 1116 M perpustakaan ini mengalami musibah : kebakaran hebat yang menghabiskan seluruh bangunan dan isinya. Di samping bayt al- Hikmah, Khalifah Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa di madrasah yaitu perpustakaan al-Mustanriyah yang didirikan pada 1227 M. Uniknya perpustakaan ini adalah memiliki rumah sakit di dalamnya. Oleh karena itu perpustakan ini berfungsi sebagai madrasah dan rumah sakit.
Pengelana dunia terkenal (Ibn Baththuthah) menjelaskan bahwa Mustanriah dan perpustakaannya, melalui sumbangan-sumbangan sekitar 150 unta dengan muatan buku-buku yang langka disumbangkan ke perpustakaan ini. Perpustakaan ini memiliki koleksi yang cukup besar, dari milik kerajaan saja perpustakaan Mustanriah mendapatkan 80.000 buku. .(http./www.pks-jakselor.id/indek pkp?name=news&file=article&sid=1396
Bila diperhatikan, perpustakaa pada waktu ini bukan hanya berkembang di Bagdad saja melainkan hampir diseluruh kota besar di dunia timur. Kairo misalnya berdiri perpustakaan khalifah dengan jumlah buku yang tersedia sekitar 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Selain dari itu ada lagi perpustakaan Darul Hikmah yang juga bertempat di di Kairo. Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari. Dalam setiap lemari memuat sampai 18.000 buku. selain itu, diperpustakaan ini juga disediakan segala yang diperlukan pengunjung seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta
Perpustakaan ini terbuka untuk umum, bagi mereka yang ingin menghabiskan waktu untuk menelaah buku-buku, juga disediakani penginapan, makan dan bahkan diberi gaji. Untuk melihat bagaimana keadaan perpustakaan di Kairo ini dapat diketahui dari perkataan Filosof besar Ibn Sina yang pernah berkunjung kesana :
” Disana, saya menemukan sejumlah ruangan yang penuh dengan buku, tersusun dalam lemari-lemari yang ditata dalam barisan yang rapi. Satu ruangan dikhusukan bagi buku-buku tentang bahasa dan puisi; ruangan lain untuk bidang hukum; dan seterusnya; kumpulan buku dalam bidang tertentu mempunyai ruangannya sendiri. Lalu saya (Ibnu Sina) meneliti katalog penulis Yunani kuno dan mencari buku yang saya butuhkan . Dalam koleksi perpustakaan ini saya menemukan sejumlah buku yang hanya diketahui oleh sedikit orang saja, dan belum pernah saya lihat dan tak pernah lagi saya lihat sesudahnya”.
Di Afrika Utara (Tripoli) berdiri pula perpustakaan yang dibangun oleh Bani Ammar.. Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru dijamannya. Bani Ammar mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang berfaedah dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing. Jumlah koleksi bukunya mencapai 1.000.000. Terdapat 180 penyalin yang menyalin buku-buku di sana.
Jika dialihkan panngan kita ke arah barat atau ke Andalusia, maka terlihatlah betapa majunya peradaban Islam disana. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat, begitu juga lembaga-lembaga pendidikan temasuk perpustakaan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka berdirilah universitas Islam pada setiap pusat kota, seperti Cordova, di kota ini berdiri lembaga pendidikan sebanyak 27 buah dan bebeapa perpustakaan. Di samping pepustakaan pusat yang memiliki 400.000 buku terdapat pula perpustakaan-perpustakaan pribadi. ( Abdullah Salam 1980:25) Universitas Granada yang didirikan oleh khalifah Banu Nasr yang ke tujuh dan pada masa Yusuf Abu Al- Halaj ( 1333-1354M ) berdiri pula universitas Sevill dan Malaga (Muslim Ishak 1980:7).
Pada setiap universitas tersebut dilengkapi dengan perpustakaan yang mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap. Perpustakaan lain adalah perpustakaan Al-Hakam dengan koleksi buku didalamnya mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur yang mencapai 44 bagian. Di perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan penjilid-penjilid buku yang mahir.
Perpustakaan –perpustakaan zaman tersebut tidak saja dilindungi dan ditopang oleh para khalifah, tetapi juga para raja-raja kecil yang juga ikut memberikan sumbangan untuk berdirinya perpustakaan-perpustakaan, sehngga banyak melahirkan perpustakaan pribadi, salah satunya adalah perpustakaan pribadi milik Mahmud Al Daulah ibn Fatik. Beliau adalah seorang yang ahli dalam menulis dan kolektor besar, ia menghabiskan semua waktunya di perpustakaannya untuk membaca dan menulis. hal inilah yan membawa beliau ke jenjang popularitas. Oleh karena itu keluarganya merasa sedemikian diabaikan, sehingga ketika ia meninggal, keluarganya berupaya untuk membuang buku-bukunya karena dibakar oleh kemarahan.
Para pelindung perpustakaan juga mencurahkan sebagian besar pemikirannya untuk desain, tata letak dan arsitektur perpustakaan agar masyarakat luas dapat menjangkau buku-buku dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dengan mudah. Kebanyakan perpustakaan-perpustakaan tersebut ditempatkan di gedung yang dirancang secara khusus, dengan banyak ruangan untuk berbagai tujuan, galeri-galeri dengan rak buku, ruangan-ruangan untuk kuliah dan debat, termasuk juga ruangan-ruangan untuk hiburan musikal. Semua ruangan berpermadani sehingga para pembaca dapat duduk diatasnya. Gorden-gordennya menciptakan suasana menyenangkan dan pengaturan ruangan menciptakan suhu yang sesuai.
Dilihat dari penataan koleksi, perpustakaan-perpustakaan zaman tersebut pustakawan sudah menata buku berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan tertentu. Mereka telah membuat sistem klasifikasi ilmu pengetahuan yang diterapkan untuk penataan buku di perpustakaan. Diantara klasifikasi yang paling terkenal adalah yang dibuat oleh : Al-Kindi (801-973 M ), Al Farabi (wafat pada 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111M), Al-Razi (864-925 M) dan Ibnu Khaldun (1332-1403 M). Para pustakawan pada umumnya memiliki kualitas yang benar-benar tinggi, di samping berfungsi sebagai pustakawan mereka juga sebagai penulis-penulis terkenal yang telah menerjemahkan karya-karya dari bahasa Yunani dan Persia, diantaranya Al Murthadha yang mengepalai perpustakaan Subur, ia adalah seorang ’alim dan cukup besar pengaruhnya dikalangan cendikiawan, Hakim Abd Al-Aziz pemimpin perpustakaan Dar Al’Ilm di Kairo, terkenal karena penguasaannya akan yurisprudensi. Profesi pustakawan zaman itu memberikan kehormatan yang tinggi dan gaji yang cukup besar.
Para ulama jaman itu memiliki perpustakaan yang isinya mencapai ribuan buku.Tetapi sangat disayangkan, perpustakaa yang telah berkembang begitu pesatnya akhirnya hancur karena perang Salib dan invasi bangsa Mongol ke dunia Islam. Petaka serangan Salib telah membuat umat Islam kehilangan perpustakaan-perputakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, Al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka. Serangan bangsa Mongol yang begitu dahsyat telah memporak porandakan kota Bagdad dengan sekalian isinya termasuk perpustakaan, mereka membakar dan membuang koleksi buku ke Sungai Tigris.. Ini adalah pemusnahan buku paling mengerikan dalam sejarah perpustakaan Islam.
Salah satu perpustakaan besar Islam yang ada sekarang adalah Perpustakaan Masjid Nabawi. Perpustakaan ini didirikan pada pertengahan abad ke-14 H. Pembangunannya dipimpin oleh Sayid Ahmad Yasin Al-Khiyari (wafat 1380 H). Koleksi kitabnya sampai sekarang sudah bertambah hingga mencapai 60 ribu judul buku. Koleksi kitab yang terdapat disana antara lain: kitab tauhid, tafsir Alquran, tajwid, qiraat, dan ilmu-ilmu Alquran, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Syarah Nawawi, kitab sejarah Islam, sejarah Makkah, sejarah Madinah, dan buku-buku pelajaran bahasa Arab, kitab-kitab fikih dari empat mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali), maupun kitab-kitab fikih dari mazhab-mazhab lain, kitab-kitab ushul fikih, dan akhlak.