Kamis, 13 November 2014

FABEL: Pohon Apel


Pohon Apel
Pengarang: Anonim
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?”
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.
Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.
“Ayo bermain-main lagi deganku,” kata pohon apel.
“Aku sedih,” kata anak lelaki itu.
“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya.
Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.
“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

FABEL: Pohon Apel yang Tulus Hati


Pohon Apel yang Tulus Hati
Pengarang: Anonim
Dahulu kala, ada sebuah pohon apel besar. Dia tumbuh di sebuah kebun yang tak seberapa luas. John adalah seorang anak laki-laki yang suka datang dan bermain di sekitar pohon itu setiap hari. Dia suka naik ke puncak pohon, makan apel, dan lalu tidur siang di bayang-bayang pohon yang rindang. Dia sangat menyayangi pohon itu dan pohon itu senang bermain bersamanya.
Waktu berlalu, John tumbuh dewasa dan tak lagi bermain di sekitar pohon setiap hari. Si Pohon Apel sangat merindukan masa-masa mereka bermain bersama. Dia hanya bisa sabar menunggu John kembali kepadanya.
Suatu hari, John datang kembali tapi ia tampak sedih.

"Ayo, John, bermainlah bersamaku," ajak si Pohon Apel.
"Aku bukan anak-anak lagi. Aku sudah tidak bermain di sekitar pohon lagi," jawab John. "Aku ingin membeli mainan, tapi aku tak punya uang," lanjutnya.
"Maaf, tapi aku pun tak punya uang, tetapi kamu bisa mengambil apel-apelku ini dan menjualnya. Jadi, kamu akan mendapatkan uang."
John begitu gembira. Ia lalu memetik semua apel di pohon dan pergi dengan riang. Dia tak pernah kembali setelah ia mengambil apel. Pohon itupun kembali sedih.
Suatu hari, John yang kini sudah dewasa kembali datang. Pohon Apel menyambutnya dengan gembira.
"Ayo, John, bermainlah bersamaku," ajak si Pohon Apel.
"Ah, aku tak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Bisakah kau membantuku?"
"Maaf, tapi akupun tak punya rumah. Tapi kamu boleh memotong cabang-cabang pohonku ini untuk membangun rumahmu."
Jadi John memotong semua cabang pohon dan pergi dengan riang. Pohon Apel itu senang melihat John bahagia tapi dia tak pernah kembali sejak saat itu. Pohon Apel kembali merasa kesepian dan sedih.
Suatu hari musim panas, John kembali dan si Pohon Apel gembira sekali melihatnya datang.
"Ayo, John, bermainlah bersamaku," ajak si Pohon Apel.
"Aku mulai tua. Aku ingin pergi berlayar untuk bersantai dan menikmati masa tuaku. Bisakah kau memberiku perahu?" tanya John.
"Kamu bisa gunakan batang pohonku untuk membangun perahumu, lalu berlayarlah dengan jauh dan menjadi bahagia."
Jadi John memotong batang pohon untuk membuat perahu. Ia pergi berlayar dan tidak pernah muncul untuk waktu yang lama.
Akhirnya, John kembali lagi setelah bertahun-tahun. John dan Pohon Apel sekarang sudah sama-sama tua.
"Maaf, anakku. Tapi aku tidak punya apa-apa lagi. Tidak ada apel lagi untukmu, " kata si Pohon Apel.
"Tidak masalah, aku toh tak punya gigi untuk menggigit," jawab John.
"Tidak ada lagi batang pohon untuk kau naiki."
"Aku terlalu tua untuk itu sekarang," kata John.
"Aku benar-benar sudah tak bisa memberikan apa-apa, satu-satunya yang tersisa adalah akarku yang sekarat," kata Pohon Apel dengan berlinangan air mata.
"Aku tidak membutuhkan banyak sekarang, hanya sebuah tempat untuk beristirahat. Aku lelah setelah bertahun-tahun," jawab John.
"Baik! Akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk bersandar dan beristirahat, duduklah sini bersamaku, John, dan istirahatlah."
John pun duduk bersandarkan akar pohon yang masih tersisa dan Pohon Apel pun menangis bahagia. Akhirnya mereka pun bersama lagi.

MATERI TK: LINGKUNGANKU


Belajar Tentang Keluarga
Materi Pengajaran : Belajar tentang nama panggilan didalam keluarga dalam Bahasa Inggris seperti kakek, nenek, ayah, ibu, paman, bibi, adik laki-laki, adik perempuan, abang, kakak, dan masih banyak lagi. Game : Pada game ini terlihat anggota keluarga yang sedang beraktifitas. Ibu Peri akan menyebutkan nama-nama panggilan dalam Bahasa Inggris dan anak-anak akan diminta untuk menunjuk anggota keluarga yang benar.
Belajar Isi Rumah
Materi Pengajaran : belajar nama-nama benda dalam Bahasa Inggris. Pelajaran ini pasti akan menambah kosa kata anak-anak dalam berbahasa Inggris sehari-hari dirumah. Game Isi Rumah : Game ini selain melatih pengetahuan anak tentang kosa-kata benda dalam Bahasa Inggris, juga mengajarkan letak-letak benda yang benar didalam rumah.
Lingkunganku

Keluargaku :
Anggota Keluarga
Pembagian Tugas dan Tata Tertib Dalam Keluarga
Binatang Peliharaan Dan Keluarga
Sekolah :
Kegunaan Sekolah
Gedung Dan Halaman Sekolah
Orang Yang Ada Disekolah
Alat Yang Ada Disekolah
Tata Tertib Sekolah
LingkungAn Sekolah
Rumah :
Guna Rumah
Jenis Rumah
Bagian-bagian Rumah
Alat Didalam Rumah
Lingkungan Rumah