Sabtu, 18 Desember 2010

Tugas UTS Ilmu Al-Qur’an

Nama : Danang Nur Cahyadi
Semester : 4b
Nim : 108025000044
Tugas UTS Ilmu Al-Qur’an
Ilmu Perpustakaan & Informasi
Adab & Humaniora

Jawab :

1. Pada masa sekarang penafsiran terhadap Al-Qur,an mengalami perkembangan yang signifikan padahal pada masa Nabi saw, persoalan penafsiran terhadap Al-Qur’an belum menimbulkan banyak masalah karna Nabi saw sendiri tampil sebagai penafsir tunggal dengan otoritas tertinggi yang langsung dari Allah SWT. Sangat berbeda setelah Nabi dan para sahabat wafat sampai sekarang karena pada masa sekarang banyak para ahli yang menafsirkan Al-Quran dengan penafsiran yang berbeda dan campur tangan orang barat juga. Hal seperti inilah yang membuat penafsiran Al Qur’an mengalami perkembangan yang signifikan. Ada pun penafsiran tentang Al Qur’an dari para ahli tafsir :
A) Para ahli hadis, mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an hanya berdasarkan riwayat-riwayat yang bersumber dari pendahulunya yaitu para sahabat dan tabi’in. Sehingga mereka fanatik dan hanya berpegang teguh pada riwayat-riwayat pendahulunya tanpa mau mengkaji berdasarkan ayat-ayat Allah swt.
b) Para teolog sebenarnya dipengaruhi oleh bermacam-macam pendapat kemazhaban sehingga mewarnai penafsiran mereka, dan dalam menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an. Perbedaan pendapat setiap mazhab disebabkan oleh perbedaan pijakan metode dan teori ilmiah, atau hal-hal yang lain seperti taklid buta dan fanatik kesukuan. Sehingga penafsiran mereka dan metode kajiannya jauh dari harapan sebagai tafsir dan tak layak disebut penafsiran, yang tepat disebut sebagai “penyesuaian”.
c) Para filosuf juga tidak jauh berbeda dengan para mufassir dari kalangan para teolog. Mereka berusaha menyesuaikan ayat-ayat Al-Qur’an dengan dasar-dasar filsafat Yunani kuno (yang terbagi ke dalam empat cabang: mate¬matika, natural rains, ketuhanan dan hal-hal yang praktis termasuk hukum). Terutama filosuf yang beraliran Paripatetik (Al-Masyaiyun), mereka menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hal-hal yang metafisik, ayat-ayat penciptaan, peristiwa-peristiwa langit dan bumi, ayat-ayat tentang alam Barzah dan hari kiamat. Sehingga tidak sedikit filosuf muslim yang terperangkap dengan sistem filsafat tersebut, mereka meninggalkan kajian-kajian yang berkenaan dengan astronomi universal maupun parsial, keteraturan unsur-unsur alam, hukum-hukum astronomi dan unsur-unsur lainnya yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
d) Kelompok sufi, mereka disibukkan oleh aspek-aspek esoterik penciptaan, memperhatilcan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan kejiwaan tanpa memperhatikan alam nyata dan ayat-ayat yang yang berkaitan dengan astronomi. Kajian mereka hanya menfokuskan pada takwil, meninggalkan Asbabun nuzul ayat-ayat Al-Qur’an. Pola mereka inilah yang membawa manusia pada pola takwil dan penafsiran dalam ekspresi puitis, menggunakan sesuatu sebagai dalil untuk membenarkan sesuatu yang lain. Begitu buruknya kondisi ini sehingga ayat-ayat Al-Qur’an hanya ditafsirkan berdasarkan jumlah angka dan huruf; surat-suratnya dibagi berdasarkan cahaya dan kegelapan, kemudian mereka menafsirkannya berdasarkan pembagian itu. Sebagaimana dimaklumi bahwa Al-Qur’an diturunkan bukan hanya untuk memberi petunjuk pada kaum sufi, tidak hanya diperuntukkan untuk mengetahui jumlah nilai angka surat-surat Al-Qur’an. Ilmu-ilmu Al-Qur’an bukan untuk disesuaikan dengan perhitungan astrologi yang dibuat oleh ahli nujum yang mengutip dari Yunani dan lainnya, sesudah buku-buku mereka diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Akibat terpengaruh oleh teori-teori yang anti Islam, mereka mempropagandakan bahwa ilmu-ilmu Islam tidak mungkin bertentangan dengan metode yang ditetapkan oleh sains; tidak ada satu pun wujud, kecuali material dan inderawi. Karena itu ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak sesuai atau bertentangan dengan sains, seperti Arasy, Kursi, Lawh dan Al-Qalam, semuanya harus ditakwil.
2. Pada pembahasan Ulumul Qur’an ada seputar asbab an nuzul yang di asumsikan sebagai aspek historisitas Al Qur’an ada juga pemahaman tentang lokalitas peristiwa yang ada dalam Al Qur’an sementara Al Qur’an mengandung universalitas makna juga.Memang benar kalau Al Qur’an memiliki aspek historisitas, lokalitas peristiwa dan mengandung universalitas makna karena Al Qur'an itu sendiri yang telah dibuktikan validitasnya merupakan dalil dan referensi yang paling akurat untuk membuktikan persoalan ini. Dan setiap orang yang secara global saja menelaah kitab suci Ilahi ini, akan mengetahui dengan jelas bahwa dakwah Al-Qur'an itu bersifat universal, tidak khusus untuk suatu kaum atau suatu bahasa saja. Bahkan serta menegaskan Al-Qur'an telah menekankan melalui satu ayatnya ihwal risalah Nabi Muhammad saw.sebagai misi dunia untuk segenap manusia yang mendengarnya. Dari sisi lain, dengan nada kecaman, Al-Qur'an berbicara kepada pengikut agama-agama yang lain dengan ungkapan ahlulkitab dan membuktikan kebenaran risalah Nabi saw atas mereka. Al-Qur'an juga memandang bahwa tujuan penurunannya kepada Nabi saw adalah untuk mengangkat Islam dan mengunggulkannya di atas seluruh agama. Dengan mempelajari ayat-ayat tersebut, tidak ada lagi keraguan akan universalitas dakwah Al-Qur'an dan Islam yang suci ini. Masih dalam hubungan ini, universalitas dan lokalitas ajaran agama diperkenalkan oleh al-Qur’an. Contohnya, ajaran sholat memiliki aspek universal dan lokal. Sebagai ajaran yang menjaga kontuinitas kesadaran hubungan antara manusia dan Khaliknya, sholat atau sembahyang bersifat universal. Buktinya, semua agama yang dikenal manusia mengajarkan sembahyang. Akan tetapi, tata cara (kaifiyat) sembahyang adalah sesuatu yang bercorak local, tindak universal. Karena itu, sholat umat pengikut Nabi Muhammad SAW berbeda dengan sembahyang pengikut Nabi-Nabi yang lain. Tidak mungkin menjadikan semua manusia sembahyang menurut tata cara yang diajarkan oleh satu orang Nabi.Universalitas dan lokalitas ajaran agama dengan demikian, tidak harus dipertentangkan, apalagi dipandang bahwa ajaran yang satu membatalkan ajaran yang lain. Universalitas dan lokalitas ajaran agama hanya merupakan penegasan bahwa ada bagian dari ajaran agama bisa dianut oleh sebanyak-banyaknya manusia pada setiap ruang dan waktu (universal), di samping ada yang tidak bisa demikian (lokalitas). Universalitas dan lokalitas agama, karena itu seharusnya menumbuhkan kearifan yang bisa dimulai dari sikap toleransi dan kelapangan dadaJuga, kalau al-Qur’an dicermati dan dikaji, maka kitab suci tersebut menggiring penganutnya kepada sikap inklusif di dalam beragama.
3. Pada umumnya ayat-ayat makkiyah bercorak ringkas dan puitis karena ayat makkiyah adalah ayat yang turun di makkah.sepertinya ayat ini lebih manitik beratkan pada tempat turunya ayat itu. Dan lebih menitikberatkan kepada orang yang dituju oleh dialog ayat Al-Qur’an. Ayat Makiyah adalah dialog kepada penduduk Makkah. Ayat Makiyah adalah ayat yang turun sebelum periode Hijrah, sekalipun turun di luar Makkah. Ayat-ayat Makiyah memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh ayat Madaniyah dari segi gaya bahasa dan tema sebagai berikut. Pertama, dalam segi gaya bahasa, sebagian besar ayat-ayat Makiyah memiliki gaya bahasa dan penyampaian yang keras sebagian besar ayat Makiyah memiliki seruan yang ringkas dan argumen yang kuat, dalam segi tema, sebagian ayat-ayat Makiyah berisi pentapan ajaran tauhid dan akidah yang murni, terutama menyangkut tauhid uluhiyah dan keimanan terhadap hari kebangkitan ayat makkiyah juga berisi seruan pada orang-orang kafir penduduk Makkah yang pada masaa itu yang mayoritas panduduknya masih berdiri di atas agama kemusyrikan dan karena pada waktu zaman Nabi saw banyak orang-orang arab yang masih bodoh dan belum bisa membaca dan menulis apalagi untuk menafsirkan Al-Qur’an . dan dengan turunya ayat-ayat makkiyah yang ringkas dan puitis itu akan memudahkan orang-orang dalam memahami, menghafal dan menafsirkan Al-Qur’an. Dan dengan demikian mereka tidak merasa terbebani karena pada dasarnya ajaran agama islam iyalah ajaran yang tidak membuat kaum / umatnya merasa terbebaniatau merasa sulit untuk memahami dan juga untuk mengamalkan apa-apa yang telah diperintahkan Allah SWT didalam Al-Qur’an sehingga mereka akan merasa mudah untuk mengamalkan dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya yaitu surat Al-Alaq yang artinya bacalah. Dan di dalam surat Al-Alaq di terangkan bahwa membaca dan menulis adalah dasarnya ilmupengetahuan dengan demikian orang-orang yang sudah bisa membaca dan menulis akan lebih mudah untuk memahami dan mengerti isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan lebih mudah untuk mengamalkannya dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.jadi kesimpulannya adalah Makiyah dan Madaniyah termasuk bagian bahasan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang sangat penting. Dari situ akan dapat ditemui beberapa hal kegunaan mengetahuinya, di antaranya: pertama, keindahan (balaghoh) Al-Qur’an semakin tampak, karena susunan bahsa yang dipakai sesuai dengan kenyataan kepribadian lawan bicaranya. Kedua, pembentukan hukum Al-Qur’an ditempatkan pada proporsi yang tepat secara berjenjang tergantung kesiapan umat. Ketiga, mendidik dan mengarahkan para da’i ke jalan Allah agar mengikuti jalur Al-Qur’an dalam berbicara dan tema pembicaraannya yang sesuai dengan orang yang akan disampaikan kepadanya dakwah Islam, dan keempat, pemilihan antara nasikh dan mansukh, ketika terdapat dua ayat Madaniyah dan Makiyah yang telah memenuhi persyaratannya, ketika terdapat masalah terkait antara ayat-ayat Madaniyah dengan ayat-ayat Makiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar